Movie: Let Me In | Remake "Let The Right One In" | 2010

By Seria A News Kamis, 13 Januari 2011 0 comments
“Let Me In” yang seluruhnya di tulis juga oleh Matt Reeves memang jelas menghadirkan nuansa yang berbeda, kesan yang terlalu “dingin” dari “Let The Right One In” tiba-tiba berganti dengan atmosfir sedikit lebih hangat, disana ada jalan cerita yang lebih “cerah” untuk dimengerti, dan balutan kemisteriusan dari film orisinilnya berubah menjadi suatu yang bisa dibilang dibuat untuk lebih menakuti. Ketika “Let The Right One In” lebih asyik bermain dalam ruang gelap yang menantang kita untuk melangkah meraba-raba apa yang ada disekeliling ruangan tersebut, kadang kita juga diajak untuk menabak-nebak apa sebenarnya arti mimik “dingin” Eli dan menengok lebih dalam untuk mengetahui apa
y
ang sebenarnya dirasakan oleh Oskar. “Let Me In” tampaknya ingin lebih terbuka, kita tidak lagi diajak bermain “petak-umpet” psikologis, mengartikan setiap pergerakan wajah Owen dan Abby, karena ke-innocent-nan mereka dalam mengungkapkan rasa lebih bisa terbaca disini. Dari segi “mentah” cerita, “Let Me In” memang tidak akan jauh berbeda dengan “Let The Right One In”, karena pada dasarnya mereka bersumber pada material yang sama, yaitu novel John Ajvide Lindqvist. Disinilah Matt Reeves dituntut berkerja keras untuk memutar pena dan menuliskan kisah versinya sendiri.

“Let Me In” yang berlatar belakang kota Los Alamos, New Mexico di tahun 1983 akan menceritakan Owen (Kodi Smit-McPhee), seorang bocah 12 tahun yang tidak bahagia dengan keluarganya yang akan segera bercerai, dia juga kesepian, satu-satunya teman yang dia miliki adalah “dendam”, karena hampir setiap saat di-bully oleh Kenny (Dylan Minnette) dan teman-temannya. Tidak punya tempat untuk bercerita, Owen hanya bisa “curhat” dengan pohon yang menjadi tempatnya untuk mencurahkan dendamnya, bicara sendiri sambil menusuk-nusuk pohon tersebut dengan pisau kecil sepertinya sudah cukup meredakan rasa hausnya untuk balas dendam. Kenapa dia tidak membalas? “jumlah mereka lebih banyak”, itulah jawaban Owen kelak kepada Abby (Chloe Moretz). Siapa Abby? dia adalah teman baru Owen, seorang gadis seumuran dengannya. Ketika Owen sedang membutuhkan teman, Abby tiba-tiba saja datang seperti memang diperuntukan untuk menemani kesepian Owen. Abby datang dengan ayahnya, lalu tinggal bertepatan di sebelah apartemen Owen. Pertemuan mereka diawali dengan percakapan kecil, lalu esok malamnya diakrabkan dengan sebuah mainan “kubus rubik”, selanjutnya Owen dan Abby pun semakin dekat, mengucapkan selamat tinggal pada “kesepian”.

Apa yang tidak Owen ketahui adalah Abby tidak seperti apa yang dia lihat di permukaan kulit, tapi dibalik kulit yang terkadang bisa berubah pucat tersebut tersembunyi misteri yang mengerikan. Ketika Owen dan Abby merajut tali persahabatan mereka, lalu pada saat Owen mulai berani melawan Kenny, dan ayah Abby diam-diam selalu keluar pada malam hari. Kota kecil Los Alamos yang damai sebentar lagi akan kedatangan “tamu”, mengejutkan sekaligus mengerikan. Kata mengejutkan juga pantas disematkan pada film ini ketika pertama kali saya menontonnya, beruntung setelah lama menunggu akhirnya dirilis juga di bioskop lokal, walau baru tayang midnight, entah kapan ditayangkan secara reguler. “Let Me In” masih memiliki pesona istimewa yang juga dimiliki “Let The Right One In”, yaitu sebuah kesuraman yang diselimuti oleh keindahan hubungan dua orang bocah, yang satu berumur 12 tahun, yang satu lagi mengklaim dirinya berumur sama. Yah Matt Reeves sepertinya sukses me-remake atmosfir kelam yang terbalut dingin di film orisinilnya, tetapi mewujudkannya dengan versinya sendiri, sama seperti apa yang dia lakukan terhadap bagaimana cara dia bercerita.

John Ajvide Lindqvist tampaknya adalah orang yang beruntung karena novelnya diadaptasi menjadi dua film yang sama-sama menawarkan kehebatan dalam bercerita. “Let Me In” dan juga “Let The Right One In” saling berbagi keistimewaan, keduanya menawarkan sebuah pengalaman sinematik yang unik, sebuah kisah romantis yang manis, seperti permen kesukaan Owen. Walau “Let The Right One In” akhirnya masih saya tempatkan pada posisi terbaik, bukan berarti “Let Me In” lebih buruk, tidak film ini justru adalah sebuah kisah hebat yang mampu berdiri sendiri berkat kemahiran Matt Reeves meracik formulanya. Menjadikan film ini sebuah remake yang langka, karena mampu tampil head-to-head dengan film orisinilnya, memamerkan orisinalitasnya sendiri dan ditangan Matt Reeves, “Let Me In” adalah film yang tidak lupa memberikan respek terhadap film pendahulunya. Ketika genre ini makin diolok-olok, “Let Me In” hadir untuk memberi pesan kepada Hollywood lewat taring, darah, dan kisah yang hebat!

Sharing is sexy

Related posts

0 komentar for this post

Leave a reply